Rabu, 10 Oktober 2012

Pemikiran Politik Machiavelli

Biografi Machiavelli

Machiavelli adalah anak zaman Renaisans. Ia lahir tahun 1467 dan dibesarkan di kota Florence, Italia. Ayah Machiavelli adalah Bernardo Machiavelli yang merupakan seorang ahli hukum yang berasal dari keluarga bangsawan. Kekaguman ayahnya terhadap sejarah masa-masa klasik yunani dan romawi seperti karya klasik Cicero, Philipus, Moral Obligation, dll. Ternyata diwariskan oleh anaknya yaitu Machiavelli.
Pada usia enam  tahun ia sudah mempelajari bahasa latin, kemudian pada usia 12 tahun belajar ilmu-ilmu kemanusiaan dibawah asuhan Paulo Ronsiglione. Rongsiglione mengajarkan pemikiran humanisme yakni tokoh-tokoh termahsyur humanis pada zaman Machiavelli. Dalam catatan harian Bernardo di tahun 1481 menuliskan mengenai Machiavelli bahwa dalam usia 14 tahun ia telah mampu menulis dengan karangan dalam bahasa latin dengan meniru gaya penulisan klasik. Kemudian ia belajar di Universitas Florence. Ia mempelajari kajian-kajian klasik dari Marcello andriani. Setelah belajar beberapa tahun dari andriani kemudian ia menjabat di suatu jabatan terhormat di Italia pada masa itu.
Pada usia 25 tahun Machiavelli menyaksikan perjuangan Girolamo Sanovonarola. Dia adalah seorang politikus moralis yang membela kaum miskin dan melawan orang-orang kaya. Machiavelli sangat terpukau dengan fanatisme dan ketegaran sikap politik Sanovonarola menghadapi penguasa tiran Italia. Tapi sayang perjuangan Savonarola gagal, Machiavelli menyaksikan kegagalan perjuangannya itu. Kegagalan perjuangan Savonarola memurnikan moralitas kerana tidak memiliki kekuatan politik dan kekuatan militer.
Dalam karir politiknya, Machiavelli pernah menjadi diplomat, suatu jabatan politik yang memberikannya pengalaman kenegaraan yang kaya. Ia dikirim ke berbagai Negara tetangga untuk melaksanakan misi diplomatik. Karena kecerdasan, kesungguhan dan kepiawannya dalam berdiplomasi, ia dinilai berhasil mengemban tugasnya. Karirnya dibidang diplomatic diakuinya memberikan pegalaman politik yang kaya.
Keberhasilannya itu nampak, sebagaimana dituliskan oleh Rapar dalam laporan-laporan tugas yang dibuatnya untuk penguasa Italia. Laporan tersebut menunjukan kecerdasan, kecermatan, dan kejeliannya sebagai pengamat [politik dan diplomasi ulung. Machiavelli juga mampu manila secara cepat dan tepat menentukan pusat kekuatan dan kelemahan lawan maupun korps diplomatiknya dalam setiap situasi.
Pada agustus 1499, ketika Machiavelli berusia 28 tahun, terjadi peristiwa Vitelli. Vitelli adalah nama seorang pemimpin tentara bayaran. Ia disewa  pemerintah Florence untuk merebut pisa. Tetapi karena orang-orang Pisa memberikan bayaran lebih besar dari pemerintah Florence, mereka menghentikan serangan terhadap Pisa. Ini merupakan peristiwa memalukan bagi rakyat dan Negara Italia. Bagi Machiavelli sendiri peristiwa ini memberikan pelajaran berharga bahwa suatu Negara seperti Italia harus memiliki tentara sendiri.
Tentara hebat seperti apapun tidak bisa dipercaya karena mudah berkhianat. Dan akan jauh lebih menyenangkan apabila kalah dalam peperangan dengan memakai tentara sendiri daripada menang tapi menggunakan tentara bayaran ( tentara asing ). Maka menurut Machiavelli, Italia harus mampu membentuk angkatan perang sendiri yang tangguh, loyal dan mampu berjuang mati-matian demi Negara Italia. Hanya dengan memiliki angkatan perang yang tangguh maka Italia akan di segani oleh Negara-negara lawannya.
Machiavelli pun kemudian menyadari bahwa manifestasi fisik kekuasaan politik Negara tidak lain adalah kekuatan militer yang tangguh. Pandangan inilah yang kemudian menjadi dasar dari pemikiran realisme yang dikembangkan oleh Machiavelli dalam teori-teorinya mengenai Negara, kekuasaan dan perang antar Negara.











Pemikiran Politik Machiavelli
 
Karir Machiavelli sebagai politikus dan diplomat berfakhir ketika ia diberhentikan dari jabatannya oleh penguasa Italia, meskipun secara pribadi tokoh resains ini masih berkeinginan berkecimpung di dunia politik kenegaraan. Setelah diberhentikan dari jabatan politik oleh penguasa Lorenzo de Medici, Machiavelli memulai hidupnya sebagai seorang pemikir. Hari-harinya hanya dihabiskan untuk membaca karya-karya klasik, berefleksi dan menulis.
Ia merefleksikan semua pengalaman politiknya dan akumulais pengetahuan kemanusiaannya itu dalam karya-karya intelektualnya. Ketika itu Machiavelli merasa memasuki istana purba dari orang-orang purbakala untuk berbincang-bincang dengan mereka dan menanyakan alasan tindakan-tindakan mereka. Ia berdialog dengan masa lampau dan menyerap pengalaman sejarah masa purbakala menjadi bagian kekayaan intelektualnya.
Ketika Machiavelli merefleksikan pemikiran dan pengalaman politik dalam bentuk tulisan, ia juga dipengaruhi oleh kondisi ekonomi dan politik negaranya. Max Lerner melukiskan kedaan Machiavelli demikian, “ia tinggal pada masa ketika pertumbuhan ekonomi telah berkembanhg jauh sehingga menimbulkan ikatan-ikatan bentuk politik yang ada saat ini.”
Machiavelli juga dipengaruhi oleh situasi-situasi politik zamannya, terutama kemunculan gerakan-gerakan sentrifugal untuk membentuk Negara bangsa. Ia sangat cemas dengan gelombang disintegrasi yang melanda Italia. Negaranya berada di ambang pintu kehancuran. Machiavelli sangat terpengaruh oleh gerakan itu. Oleh sebab itu, obsesinya adalah bagaimana membentuk Italia menjadi suatu Negara nasional yang bersatu dan kuat. Semasa pengasingan intelektual inilah lahir karya-karyanya :
-           History of Florence ( Sejarah Kota Florence )
-                      Art of War ( Seni Perang )
-                      Dialogue on Languange ( Dialog Bahasa )
-                      The Prince and The Discourses
Karyanya yang sangat menumental adalah The Prince and the Discorses, dengan karyanya itu ia dikenal sebagai seorang ilmuwan politik Renaisans, dengan membaca karyanya The Prince tersebut akan menimbulkan kekaguman, karena teori-teori politik kekuasaan yang diungkapkan Machiavelli dalam karyanya itu tetap relevan dengan konteks politik kekuasaan yang dihadapinya saat ini. Machiavelli juga menempatkan dirinya sebagai pakar politik kekuasaan melalui karyanya tersebut. Bahkan Max Lerner juga menyebutnya “bapak politik kekuasaan”.

Penguasa Negara dan Kekuasaan
Bagi Machiavelli kekuasaan adalah raison d’etre Negara. Negara juga merupakan simbolisasi tertinggi kekuasaan politik yang sifatnya mencakup semua dna mutlak. Machiavelli memiliki obsesi terhadap Negara kekuasaan dimana kedaulatan tertinggi terletak pada kekuasaan penguasa dan bukan rakyat dan prinsip-prinsip hukum.
Dalam kaitannya dengan kekuasaan seorang penguasa, Machiavelli membahas perebutan kekuasaan ( kerajaan ). Bila seorang penguasa berhasil merebut suatu kerajaan maka ada cara memerintah dan mempertahankan Negara yang baru saja direbut itu, yaitu : 
 
1.  Memusnahkannya sama sekali dengan membungihanguskan Negara dan membunuh seluruh keluarga penguasa lama.tidak boleh ada yang tersisa dari keluarga penguasa lama sebab hal itu akan menimbulkan benih-benih ancaman  terhadap penguasa baru suatu saat kelak.
2.    Dengan melakukan kolonisasi, mendirikan pemukiman-pemukiman baru dan menempatkan sejumlah besar infantri di wilayah koloni serta menjalin hubungan baik dengan Negara-negara tetangga terdekat. Dari kedua cara tersebut, menurut Machiavelli cara pertama adalah cara yang paling efektif meski bertentangan dengan aturan moralitas.

Machiavelli berpendapat bahwa penguasa Negara bia menggunakan cara binatang terutama ketika menghadapi lawan-lawan politiknya. Dalam The Prince dikemukakan bahwa seorang penguasa bisa menjadi singa disuatu saat, dan menjadi rubah di saat lainnya. Menghadapi musuhnya yang ganas bagai seekor serigala, penguasa hendaknya bias berperang seperti singa, karena dengan cara itulah ia bisa mengalahkan lawannya.
Bertitik tolak dari premis itu, Machiavelli berpendapat bahwa seorang penguasa ideal adalah Archilles yang belajar jadi penguasa dari Chiron. Chiron adalah makhluk berkepala manusia, berbadan dan berkaki kuda dalam mitologi Yunani Kuno. Artinya seorang penguasa harus memiliki watak manusia dan watak kebinatangan pada saat yang sama. Machiavelli menulis bahwa dengan belajar dari makhluk seperti Chiron penguasa diharapkan bisa mengetahui bagaimana menggunakan sifat manusia dan sifat binatang. Menggunakan salah satu cara berkuasa tanpa cara lainnya tidak akan berhasil.

Demokrasi

Machiavelli meletakkan demokrasi di tempat terburuk, dan tirani di tempat terbaik dalam hirarki bentuk negara menurut pemikirannya. Hal berdasarkan pemikiran realis klasiknya yang berlebihan, ia beranggapan negara akan mengalami kejayaan manakala pemimpimnya terlepas dari nilai moral dan etika yang dulu pada abad pertengahan pernah diagung-agungkan. Akan tetapi, dalam lingkaran pemikirannya Machiavelli menyiratkan salah satu nilai demokrasi, yakni kebebasan individu.
Menurutnya, kebebasan individu disediakan sepanjang tidak mengganggu keselamatan dan stabilitas tatanan politik. Walaupun Machiavelli tidak secara eksplisit menunjukkan nilai-nilai demokrasi, ia telah memulai anggapan bahawa sebenarnya nilai demokrasi itu tetap digenggam dalam bentuk negaranya. Akan tetapi, tetap, monarki absolut berada di tataran tertinggi bentuk negara terbaik berdasarkan pemikirannya.
Pemikiran ini selaras dengan Thomas Hobbes. Meninggalkan pemikiran ekstrem Machiavelli, Thomas Hobbes, meletakkan demokrasi di tempat terburuk, dan monarki di tempat tertinggi dalam hierarki bentuk negara sesuai dengan pemikirannya. Menurutnya pemerintahan akan sebaik-baiknya dijalankan jika kekuasaan terpusat pada satu orang saja. Akan tetapi, meletakkan adanya kewenangan dalam menjalankan kekuasaan tersebut.
Kewenangan tersebut diperoleh dari kontrak sosial dimana sekelompok orang secara pasrah dan sadar memberikan seluruh kekuatan politiknya pada orang di luar kelompok mereka. kontrak sosial memiliki kemiripan struktur dengan bentuk negara demokrasi saat ini. Kemiripan tersebut dapat ditelusuri pada periode pemikir barat selanjutnya, yakni JJ Russeau melalui penerbitan lembaga-lembaga pemerintahan atau biasa dikenal dengan distribusi kekuasaan.

Nilai Utilitarianisme Politik Agama
Machivelli melihat agama dari sudut pragmatism dan kepentingan politik praktis. Agama memiliki makna bila berguna bagi kepentingan politik kekuasaan. Tidak penting bagi Machiavelli apakah dari segi doktrin dan ajaran agama itu benar atau salah. Machiavelli tidak tertarik dengan kebenaran suatu agama, atau asal muasal agama itu, dalam hal ini kita bisa mengakategorikan Machiavelli sebagai penganut utilitarianisme pragmatisme.
Dengan cara pandang itulah ia berkesimpulan bahwa agama Kristen kering dan tak bermakna dibandingkan dengan agama-agama kuno bangsa romawi. Agama romawi kuno menurutnya lebih bersifat intregratif jika dibanding agama Kristen. Agama itu berhasil memersatukan Negara, membina loyalitas, kepatuhan dan ketundukan rakyat terhadap otoritas penguasa romawi. Itu dikemukakannya dalam bukunya The Discourse. Dalam tulisannya ia menyatakan bahwa agama berhasil membuat keberingasan rakyat menjadi kepatuhan,  dan agama juga merupakan alat yang diperlukan untuk memelihara suatu Negara yang beradab dan telah menciptakan kejayaan romawi. 
Ringkasnya adalah bahwa dalam pandangannya mengenai agama dan penguasa baginya tetap tidak harus dipisahkan. Wibawa penguasa tanpa agama tidak cukup menjamin lestarinya persatuan dan kesatuan. Itu berarti agama tidak dapat dilepaskan dalam proses politik. Akan tetapi rasa simpatiknya terhadap agama romawi kuno sangatlah besar tapi sebaliknya sinis dan antipasti terhadap agama  Kristen. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa watak sesungguhnya dari seorang Machiavelli adalah merupakan pecinta tanah air yang kuat, nasionalis tulen yang berkobar-kobar, politikus dan demokrat yang yakin serta penyelidik tanpa perasaan sekalian orang yang sinis.
Ia merupakan sosok yang terlalu praktis untuk menjadi filosof yang teliti, akan tetapi di dalam politik ia memiliki pandangan terluas dan pengetahuan yang paling jelas mengenai arah-arah umum daripada perkembangan Eropa. Yang jelas ia hanya menulis dan berpikir tentang politik, seni memerintah, dan cara-cara berperang terhadap masalah masyarakat yang lebih dalam.

0 komentar:

Posting Komentar